Breaking News

Pertemanan, Gerakan Hingga Bahasa Mandarin


Obrolan Pecel Lele  [Bagian-1]
Persahabatan, Gerakan Hingga Bahasa Mandarin

"Iya harus bisa Bahasa Mandarin karena kalau ga bisa maka ga akan lulus dari kampus," kata Caca.

Sofa cokelat tua terlihat masih setia menyandar di tembok kuning ruangan yang selama berbulan - bulan menjadi saksi bisu kerja - kerja politik di balik layar. 

Tampak beberapa orang yang tidak asing sedang terlibat percakapan. Tentu saja karena ini markas politik sudah dipastikan kata - kata yang berselancar adalah tema - tema politik. Sementara itu, laki - laki tua berambut putih sibuk menuangkan air ke gelas mungil untuk menyuguhkan segelas kopi pahit kepada mereka.

Setelah menyalami mereka saya pun masuk ke ruang berukuran kurang lebih 6 kali tiga meter. deretan meja cokelat dan kursi terlihat malang melintang seperti rambut kusut yang tidak pernah disisir. 

Terlihat dua wanita sedang serius di depan laptopnya masing - masing. Mereka adalah Eva dan Caca, dua gadis yang sedang tempur di garis finish kuliah mereka alias mengerjakan skripsi.

Eva sedang menuntaskan skripsi di Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maualana Hasanudin Banten atau biasa sering dikenal dengan Kampus Sudirman 30, karena lokasi kampus lama ada di Jalan Jenderal Sudirman nomor 30. 

Lalu Caca, gadis yang jari manisnya sudah diikat oleh lelaki juga sedang bertempur di garis finish skripsinya di President University Karawang, kampus universal yang banyak mahasiswa China. 

Selain dua gadis itu, ada dua laki - laki yang tidak asing di mata saya, yaitu Iftikar dan Ifash. Setelah saling menanyakan kabar kami berlima terlibat obrolan bergelombang, obrolan tanpa tema, tanpa judul, tanpa pagar. 

Karena bukan obrolan tematik jadi bahasnya lompat - lompat, sesekali ngobrol soal persahabatan lalu melompat lagi ke percintaan. Belum tuntas obrolan asmara kita melompat lagi ke tema gerakan sampai terakhir di ujung obrolan soal rencana belajar Bahasa Mandarin dengan Caca, karena dia ternyata bisa Bahasa Mandarin.

Menjelang Maghrib pecel lele yang dipesan kontraktor muda, Iftikar datang dan kita pun makan bersama. Tapi obrolan tetap dilanjut dan berhenti sejenak saat masuk Maghrib. Usai shalat kita lanjutkan obrolan dengan tema pengalaman menjadi aktivis di kampusnya masing - masing. 

Diantara kami berlima yang paling banyak cerita soal gerakan adalah saya, Eva dan Iftikar. Sementara Ifash dan Caca lebih banyak mendengarkan.

Orbolan gerakan berakhir, kita lompat ke tema seputar filsafat dan disinilah mulai ada pengalaman menarik dari Caca yang  malam itu  posisi duduknya di pojok dekat dengan stop kontak. 

Dia mulai menceritakan pengalaman soal interaksi dengan teman - temannya di kampus yang kebanyakan orang China. "Saya kan di kampus banyak non Islam dan China mereka tuh suka nanya - nanya soal Agama. Ada yang bilang Agama Islam ribet harus shalat lima kali, harus pakai hijab, harus wudlu dan lain - lain," kata Caca dan kita yang mendengarkan terdiam sejenak sembari penasaran ingin mendapatkan cerita yang lebih lagi dari Caca.

Caca pun semakin asyik menceritakan pengalamannya dan ini menjadi pengalaman baru bagi Eva yang kuliah di kampus Islam. Umpan cerita soal interaksi lintas agama dari Caca pun tersambung dengan cerita interaksi mahasiswa UIN yang genit intelektualnya. 

"Ada sebagian mahasiswa UIN itu mengalami kejenuhan soal belajar agama, karena mungkin dari kecil mereka sekolah agama, belajar di pesantren, dilanjut ke MAN dan kuliah juga di UIN jadi jenuh dengan agama sampailah mengalami kegenitan inteletual," kata saya kepada mereka dan itu dibenarkan oleh Eva.

Disini juga saya baru tahu kalau Eva anak santri selama enam tahun di pondok pesantren modern di Pandeglang. "Kamu dulu berarti pakai gamis dong Va," tanya saya. "Iya, dan kalau pulang saya ga punya celana jeans," jawab Eva.

Jarum jam terus bergerak dan kita menikmati obrolan malam dan detik detik akhir percakapan kita tergelitik dengan skill bahasa Caca yang ternyata bisa Bahasa Mandarin. "Kamu bisa Bahasa Mandarin Ca? tanya saya ke dia dan dijawab bisa.

Ketika Caca bilang bisa saya langsung teringat dengan mantan big bos saya di Jawa Pos Group (Radar Banten), Dahlan Iskan yang juga mantan Menteri ESDM era SBY. 

Dia sampai rela kursus Bahasa Mandarin demi bisa interaksi dengan orang - orang China. Kami pun penasaran dan langsung ingin menguji kebisaan Caca soal Bahasa Mandarin. Dan dia mempraktikan berbicara dengan Bahasa Mandarin dan kita semua akhirnya yakin kalau dia bisa Bahasa Mandarin.

"Iya harus bisa Bahasa Mandarin karena kalau ga bisa maka ga akan lulus dari kampus," kata Caca. "Wah, wah, kebetulan nih kita bisa belajar Bahasa Mandarin sama Caca," kata saya. Dan Caca pun rela dan menyanggupi melatih kami belajar Bahasa Inggris mulai besok sore. 

Akhirnya saya bisa belajar Bahasa Mandarin, karena kalau kursus itu mahal dan belum ada lembaga kursus Bahasa Mandari di Kota Serang. 

"Ayoo eui, serius Ca ya besok sore kita belajar Bahasa Mandarin," kata saya untuk menegaskan keseriusan saya ingin belajar Bahasa Mandarin. ***

Kota Serang, 04 Maret 2024

Penulis,
Karnoto 



0 Komentar

Type and hit Enter to search

Close